Musik dan Lagu Boleh atau Tidak



Hukum Musik Dan Lagu
Mochammad Rafi Muta’ali – 15110046
Pendidikan Agama Islam

Assalamualikum … dulur – dulur ku
Disini tulisan ini penulis mengulas sedikit tentang Hukum musik dan lagu oleh beberpa pndapat para ulama’. Kenapa harus musik yang dibahas. Nah alasan penulis membahas ini karena di lingkungan  kampus tempat penulis Kuliah yakni Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tidak jauh dengan adanya seni terutama dengan seni musik dan ada banyak organisasi maupun komunitas yang manungi dalam seni tersebut.  Salah satunya ada UKM Seni religius yang dimana organisasi tersebut menaungi seni – seni islami.
Olehkarena itu penulis membahasnya pada kesempatan kali ini semoga tulisan ini menjadi refrensi bagi kalian para pembaca yang ingin mendalami ataupun belajar seni musik tanpa harus takut apakah musik itu boleh atau tidak boleh.
Pengertian
            Musik merupkan salah satu cabang seni yang juga bisa disebut bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda berdasarkan budaya, lokasi, sejarah dan selera seseorang. Seni musik adalah bidang seni yang berhubungan dengan alat – alat musik dan irama musik tersebut. Masing – masing alat tersebut dapat mengeluarkan bunyi nada – nada yang berbeda. Di samping itu seni musik juga membahas bagaimana cara membuat not dan beremacam macam aliran musik, contoh semisal musik vocal dan musik instrumental. (Abdurrahman Al Baghdadi, 1991 : 13)
            Seni musik (Syaiful Arif dalam Artikel “Musik”:2005), digabungkan dengan intrumentalia atau seni vocal . seni instrumental sendiri mempunyai arti seni yang dapat bmenegeluarkan suara melalui media alat – alat musik, sedangkan seni vocal adalah melagukan syair yang hanya di nyanyikan dengan perantara oral (suara saja) tanpa iringan instrument musik
            Musik juga dapat menbangkitkan mood pemainnya maupun penikmatnya. Bisa mood baik dan mood buruk. Bukan hanya itu, bahkan salah satu penelitian yang menyebutkan bahwa musik – musik tentu bisa meningkatkan itelegensi anak. Ada lagi penelitian lain yang menemukan bahwa musik dapat mempercepat pertumbuhan jenis tumbuhan tanaman tertentu. Sangat luar biasa , namun musik bukanlah sihir, yang merubah jeruk menjadi melon.
Pendapat Ulama’ Tentang musik
            Nyanyian dengan disertai instrument musik atau tanpa musik  merupakan masalah yang selalu manjadi perdebatan dikalangan para ulama’ pada masa lampau. Mereka sepakat dalam beberapa hal dan berbeda pendapat dalam beberapa hal .
            Persoalan ini merupakan persoalan yang sering di tanggapi dan disikapi secara berbeda beda sesuai dengan jawaban yang mereka terima. Diantaramya yang membuka telinganya lebar – lebar dan mendengarkan semua nyanyian dan warna musik, dangan anggapan bahwa hal itu adalah kesenangan hidup yang dihalalkan oleh allah untukm hambanya. Dan ada pula yang mematikan MP3 player, radio, laptop dan menutup telinganya ketika mendengar suara nyanyian apapun jenis dan macamnya, dengan alasan bahwa nyanyian adalah seruling setan dan perkataan yang tidak berguna, serta menghalangi orang dari mengingat allah dan mengerjakan kewajibanya.
            Hal terpenting dalam masalah ini kita harus melihat benang merah yang membedakan dan kita cari pnjelasan dan kita cari pnjelasan yang mengungkap titik permasalahan, sehingga dapat memebedakan mana yang halal dan mana yang haram dengan mengikuti argumentasi atau pendapat yang benar, bukan taklid kepada orang lain
            Berikut penulis ini akan memulai dengan argumentasi orang – orang yang mengharamkan musik dan lagu, kemudian dilanjukan dengan argumentasi orang – orang yang mengharamkan musik danb lagu dengan pendapat yang lebih kuat yang bersandarkan kepada dalil – dalil syari’at
1.      Pendapat Ulama’ yang mengharamkan Musik dan Lagu

a.       Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas menhgharamkan musik berdasarkan Qs. Al – Lukman 6 :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ        
Artinya : “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
            Oleh ulama’ diatas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan  Lahwul Hadis (perkataan yang tidak berguna) pada ayat tersebut adalah nyanyian. Dalam hal ini ibnu mas’ud berkata : “ Demi Allah, itu adalah lagu (Yusuf qardawi. 2002 : 28)
            Kemudian ayat ini dipertegas dengan ancaman yang keras terhadap perbuatan tadi, sebagaimana ayat berikutnya :
وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّىٰ مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Artinya : “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.”
b.      Abu iskak Asy Sirazi dalam kitabnya al muhazzab berpendapat :
·         Diharamkan menggunakan alat – alat yang membangkitkan hawa nafsu seperti alat musik Gambus, Tambur, Mi’za (sejenis piano) drum dan seruling
·         Boleh memainkan  rebana pada pesta perkawinan dan khitan. Selain dari acara tersebut tidak boleh
·         Boleh menyanyi hanya untuk merajinkan unta
c.       Al Muhasibi dalam Kitabnya Ar Risalah berpendapat bahwa menyanyi itu haram seperti haramnya bangkai
d.      Al Thursusi mengutip dari kitab adabul Qadha bahwa imam syafi’I berpendapat bahwa menyanyi itu adalah pekerjaan makruh yang menyerupai pekerjaan yang bathil (yang tidak benar) orang yang banyak mengerjakannya adalah orang yang tidak beres pikiranya dan tidak boleh menjadi saksi
e.       Para ulama’ hanbaliyah mengatakan  bahwa tidak boleh menggunakan alat musik seperti gambus, seruling , gendang, rebana, dan yang serupa dengannya. Adapun dengan nyanyian atau lagu maka hukumnya boleh bahkan sunnat melagukannya ketika membaca al quran asal tidak sampai merubah aturan aturan bacanya (yusuf qardawi, 2002 : 22-24)

2.      Pendapat Ulama’ yang menghalalkan atau membolehkan musik dan lagu

a.       Imam al Ghazali berpendapat apabila menyebut nama Allah atas sesuatu dengan jalan sumpah yang tidak di masukkan untuk sumpah dan tidak untuk mengukuhkan yang tidak di tepati, yang notabene perkataan tersebut tidak ada faedah nya, kemudian  yang demikian itu tidak dituntut, maka bagaimana mungkin akan dikenakan hukuman terhadap nyanyian dan tarian.
Ulama – ulama syafi’iah seperti yang di terangkan oleh imam al – Ghaozali dalam kitab ihya ulumuddin. Beliau berkata “Nash-nash Syara’ telah menunjukan bahwa bernyanyi, menari, memukul alat musik seperti terbang sambil bermain dengan perisai dan senjata perang pada hari raya adalah mubah sebab hari itu adalah hari untuk bergembira di kiaskan untuk hari hari lain, seperti itu  adalah hari untuk bergembira yang memenag di bolehkan syara’.

b.      Imam Syaukani berkata dalam Nailur – Authar penduduk madinah dan orang – orang yang menyetujuinya dari kalangan ulama’ ahli Zhahiri dan sejumlah ahli tasawuf berpendapat memperbolehkan nyanyian., meskipun menggunakn kecapi dan seruling (yusuf qardhawi : 678)

c.       Abu mansyur Al Baqdadi (dari madzhab asy Syafi’i) menyatakan : abdullah bin ja’far berpendapat bahwa menyanyi dan musik  itu tidak menjadi masalah. Dia sendiri pernah menciptakan lagu untuk dinyanyikan oleh para pelayan (budak) wanita (jawari) dengan alat musik seperti Rebab. Ini terjadi pada masa amirul mukminin Ali bin Abi Thalibr r.a.

d.      Imam Al – Haramain di dalam kitabnya An – Nihayah menukil dari para ahli sejarah bahwa abdullah bin az Zubair memeiliki beberapa jariyah (budak) yang bisa memainkan alat musik gambus. Pada suatu hari ibnu umar datang kepadanya denngan melihat gambus tersebut di sampingnya. Lalu Ibnu Umar bertanya : “apa ini wahai sahabat rasulullah ? setelah di amati sejenak, lalu ia berkata: oh ini barangkali timbangan buat negeri syam “ ejeknya. Mendengar itu Ibnu Zubair berkata : “digunakan untuk menimbang akal manusia”.

e.       Ar Ruyani meriwayatkan dari Al qaffal bahwa madzhab maliki memebolehkan menyanyio dengan Ma’zif (alat musik berdawai ).

f.       Al ‘Izzu bin Abdussalam berpendapat, tarian – tarian itu bid’ah, tidak ada laki – laki yang mengarjakian selain orang yang kurang waras dan tidak pantas, kecuali bagi wanita. Adapun nyanyian yang baik dan dapat mengingatkan orang kepada akhirat tidak mengapa bahkan sunnat di nyanyikan

g.      Para ulama’ hanafiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu adalah nyanyian yang mengandung kata – kata yang tidak baik (sopan), seperti menyebutkan sifat – sifat jejaka (lelaki bujang  dan perempuan dara), atau sifat – sifat wanita yang masih hidup (menjurus ) Adapun nyanyian yang memuji keindahan seperti bunga, air terjun, gunung dan pemandangan alam lainya, maka tidak ada larangan sama sekali. Memang ada orang yang menukilkan pendapat imam abu hanifah yang mengatakan bahwa ia benci terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Bagi orang – orang yang mendengarkan. Bagi orang yang mendengarkan ini akan mendapatkan ndosa. Dan perlu di pahami di sini yangf di maksud imam abu hanifah adalah nyanyian yang bercampur dengan hal – hal yang di larang oleh syara’ (Abdurrahman Al Baghdadi 21-25)

Mungkin cukup ini yang dapat di uraikan oleh penulis, menurut pendapat penulis sendiri musik dan lagu boleh boleh saja, tergantung dengan niat kita yang membawakan jika seni tersebut kita gunakan untuk syiar agama allah sangatlah berguna krtimbang untuk hal – hal yang mendekati murka allah. Semoga tulisan ini bermanfaat dan mohon maaf jika di tulasan ini banyak sekali kekurangan. Jiwaku adalah seni dengan seni aku berkarya dan berdakwah.
Wassalamualaikum wr. wb
Seni Religius
Seni Religius Website ini dikelola oleh Biro Humas Seni Religius UIN Maulana Malik Ibrahim Malang